Senin, 14 Juni 2010

Seni Kriya dan Senapan Angin Khas Cipacing





Sumedang yang identik dengan tahu ternyata juga memiliki karya seni khas yang dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan, yakni seni seni kriya dan senapan angin. Penghasil kedua macam karya seni ini berpusat di desa Cipacing kecamatan Jatinangor, kabupaten Sumedang.Jika kita hendak menuju daerah Rancaekek, Bandung, maka kita akan melintasi Cipacing, perhatikanlah di kiri jalan menuju Rancaekek, terlihat pedagang senapan angin dan segelintir pedagang seni seni kriya yang berjejer sepanjang pinggir jalan raya ini.

Pedagang-pedagang tersebut mendapatkan barang kerajinan maupun senapan angin dari para pengrajin yang berada di wilayah Cipacing. “Biasanya kami membeli borongan dari pengrajin saat stok dagangan hampir habis,” jelas Pendi [32]. Menurut Pendi, pedagang seni kriya , pembeli kebanyakan datang dari luar kota seperti Jakarta dan Bandung, mereka membeli seni kriya untuk dijadikan oleh-oleh bagi sanak keluarga maupun untuk dikoleksi dan dijadikan pemanis ruangan.

Seni kriya Menembus Pasar Eropa

Misbah [30], adalah salah satu pengrajin seni kriya asli Cipacing, bersama sang kakak, Ujang Dingdong, Misbah mulai menekuni produksi seni kriya pada 1982. Mereka mencoba memasarkan hasil kerajinan ke toko-toko barang kesenian dan galeri seni di Cipacing dan wilayah sekitar Bandung. Beberapa jenis seni kriya ciptaan Misbah dan sang kakak antara lain berupa tanimar, wayang golek, marakas, panah tiup, gitar kecil, perkusi, dan topeng. Harganya bervariasi mulai dari lima ribu rupiah untuk panah tiup kecil hingga jutaan rupiah untuk patung-patung tanimar tertentu.


Seni kriya ciptaan mereka rupanya diminati banyak wisatawan, permintaan dari toko-toko dan galeri seni terus meningkat. Dituntut membuat lebih banyak lagi seni kriya, yakni hampir ratusan dalam sebulan, membuat mereka kewalahan dan tak sanggup lagi memenuhi permintaan konsumen dengan tenaga dua orang yang sangat terbatas. Hal tersebut membuat Misbah berinisiatif untuk merekrut karyawan.

“Saya melatih penduduk sekitar agar mampu menghasilkan barang kerajinan sesuai standar produksi,” jelas Misbah.




Tanimar, salah satu kreasi Misbah


Kini usaha Misbah dan Ujang Dingdong telah berkembang pesat dan tidak hanya mampu menghidupi keluarganya tapi juga penduduk sekitar rumahnya. Misbah dan kakaknya juga telah memiliki rumah produksi seni kriya yang mereka sebut “Seni Kreasi Cipacing”. Rumah produksi Kreasi Cipacing mempekerjakan 12 orang karyawan tetap dan puluhan pekerja tambahan, pekerja tambahan ini akan dikerahkan saat permintaan barang seni mencapai ribuan buah.

“Saat ada borongan dari pemesan dengan partai besar, biasanya kami memakai pekerja tambahan, mereka biasa mengerjakan produk pesanan di rumah masing-masing,” ungkap Misbah.


Misbah bersama seni kriya hasil karyanya


Produk Misbah kini tidak hanya milik Cipacing dan Bandung, melainkan telah mencapai kota-kota besar di pulau Jawa seperti Jakarta, Tangerang, dan Yogyakarta. Misbah juga telah memiliki sebuah galeri seni di Bali, yang dikelola oleh kerabatnya. Galeri di Bali inilah yang membuat seni kriya Cipacing dikenal hingga ke mancanegara seperti Thailand, Malaysia, Singapura, bahkan Amerika Serikat.

“ Kebanyakan permintaan ekspor datang dari Thailand dan Amerika,” terang Misbah.


Panah tiup, produk seni kriya rumah produksi Kreasi Cipacing

Senapan Angin yang Ingin Terus Eksis

Seni khas Cipacing lainnya adalah senapan angin. Inilah benda khas yang melekat dengan Cipacing. Tidak diketahui dengan pasti kapan awal ditemukannya senjata ini, namun yang pasti senjata angin Cipacing banyak diburu oleh para pehobi olahraga menembak. Senapan angin ini juga dapat digunakan untuk berburu hewan, biasanya babi hutan atau hanya sekedar pajangan untuk dikoleksi.

Pak Nanang [40] adalah seorang pengrajin sekaligus pemilik rumah produksi senapan angin Cipacing. Beliau mewarisi usaha kerajinan senapan angin yang telah didirikan oleh almarhum ayahnya sejak 15 tahun lalu, sang ayah pula yang mendidiknya cara memproduksi senapan angin. Rumah produksi atau bengkel senapannya mempekerjakan 10 orang karyawan terlatih.


Pak nanang tengah mengecek senapan angin yang baru dibuat


Suasana bengkel senapan angin milik Pak Nanang

Sama seperti seni kriya Cipacing, senapan angin Cipacing juga telah menembus pasar kota-kota besar di pulau Jawa, hingga Bali dan Sumatera, tetapi belum mencapai pasar luar negeri. “Pesanan dari Jakarta mencapai dua puluh pucuk, kalau Bali dan Lampung bisa pesan sepuluh sampai lima belas tiap bulan,” jelas Pak Nanang.

Untuk memenuhi kebutuhan pasar, Pak Nanang membuat berbagai jenis senapan angin dengan berbagai model dan harga yang bervariasi. “Saya membuat jenis mosser, air arm, rapid, kruger, bulpuk, hunting master, totalnya kurang lebih ada delapan jenis.” terang Pak Nanang. Mosser dan air arm adalah senapan yang paling diminati pembeli, dihargai satu juta per pucuk, sedangkan bulpuk seharga empat juta, adalah senapan termahal, yang biasanya diburu para kolektor senapan.

“Air arm enak untuk digunakannya, karena daya pegasnya pas, dan saat mengenai sasaran, tidak akan merusak daging buruan kita,” ucap Epul [28] seorang pemburu yang juga salah satu konsumen senapan angin karya Pak Nanang.


Proses Pembuatan Senapan Angin di Bengkel Milik Pak Nanang


Dibalik kesuksesannya, Pak Nanang belum puas dengan keberhasilannya memasarkan senapan angin Cipacing ke berbagai kota di Indonesia. Dia berharap masyarakat Jatinangor bisa lebih peduli terhadap pelestarian senapan angin Cipacing, sebagai sebuah hasil kebudayaan. Baginya senapan angin Cipacing harus tetap bertahan sebagai warisan budaya Jatinangor.

0 komentar:

Posting Komentar